Rabu, 03 Agustus 2011

Pemuda, Bangkitlah !

expr:id='"post-body-" + data:post.id'>
Dalam sejarah, pemuda memainkan peranan penting dalam menopang kemajuan bangsa. Beberapa tokoh muncul menjadi pemimpin di kala mereka berusia muda, sebut saja Soekarno, Hatta, Syahrir, dan Tan Malaka. Jiwa muda yang terdidik menjadi modal signifikan dalam menjemput perubahan.
Dari tahun 1908 hingga kemerdekaan 1945, dari Malari 14 Januari 1974 hingga reformasi 1998, kolaborasi darah muda nan terdidik menjadi kekuatan yang mampu meruntuhkan tirani koloni.
Lahirnya Sumpah Pemuda 28 Oktober 1928 adalah bukti sejarah betapa pemuda menjadi inspirator pemersatu. Seluruh unsur pemuda berkumpul dalam satu tujuan seperti Trikoro Darmo atau Jong Java (1915), Jong Sumatranen Bond (1917), Jong Islamieten Bond (1924), Jong Batak, Jong Minahasa, Jong Celebes, Jong Ambon, Sekar Rukun, dan beberapa kelompok pemuda lainnya. Ikrar tersebut menginspirasi unifikasi kebangsaan.
Dengan spirit membangun persatuan, mereka mampu mematahkan tuduhan Hendrikus Colijn saat itu yang menganggap gagasan kesatuan Indonesia sebagai gagasan utopis. Sejarah senantiasa memihak kaum muda. Di banyak bangsa, perubahan dikendalikan kelompok muda. Sebab, kaum muda diyakini memiliki gagasan-gagasan yang cemerlang, brilian, dan inovatif dalam menyusun perubahan sehingga lebih cepat menangkap semangat zaman.
Pemuda hingga kini masih menjadi jantung pembaruan nasional. Kiprah dan sumbangsih kaum muda dalam segala sektor diharapkan dapat memberikan kontribusi besar dalam membesarkan bangsa yang sampai saat ini berada dalam krisis multidimensi. Semangat perubahan pemuda harus tetap berjalan dan tertanam. Sebab, dalam kondisi apa pun, posisi pemuda berpotensi menjadi penyeimbang sistem atau semacam kontrol bagi ruang sosial di sekelilingnya. Inilah peran yang selalu dinantikan anak zamannya.
Selalu ada kesenjangan antara das sein dan das sollen. Rentangan tidak selamanya berjalan dalam garis yang linier. Begitu juga dengan gerak pemuda Indonesia, senantiasa berada dalam gerakan yang fluktuatif. Terkadang berada dalam garis yang progresif dan menanjak, tetapi juga tidak jarang mengalami masa-masa kritis. Jika kondisi pemuda sudah mengalami kondisi kritis, ini menandakan tantangan makin besar. Ada sistem yang tidak berjalan yang cenderung memperlemah peran dan kekuatan pemuda sebagai agent of social change.
Kini eksistensi pemuda sebagai pembaru dan penerus generasi untuk masa mendatang kian lumpuh dan rapuh. Pandangan tersebut ditopang oleh kenyataan bahwa pemuda dominan terjerembap dalam perilaku yang tidak lagi produktif. Mereka cenderung konsumtif dalam segala hal. Serangan budaya pop (pop culture) yang menerjang gaya hidup pemuda menjelma menjadi fakta sosial yang mengimpit dan menekan perilaku kaum muda bangsa dewasa ini. Misalnya, penyalahgunaan narkoba dan perilaku seks bebas yang terus meningkat.
Wacana nasionalisme tidak lagi menjadi wacana praksis yang populer di kalangan muda. Mereka larut dalam kebanggaan budaya luar dan dunia pop yang mengikis semangat nasionalisme. Nilai-nilai tradisi yang menjadi kebanggaan dan inspirasi pemersatu pemuda tahun 1928 terkikis. Kepedulian terhadap kondisi bangsa dan negara tidak lagi mewarnai perilaku pemuda. Akhirnya, semangat Jong Java, Jong Celebes, dan Jong Sumatranen Bond nyaris hilang dari perilaku generasi muda Indonesia dewasa ini.
            Memang, ada kelompok-kelompok kecil (small groups) pemuda yang masih bergeliat menyongsong perubahan demi perubahan di Indonesia. Kelompok ini tidak hanya minoritas di kalangan muda secara umum, tetapi juga tereksklusi di tengah lingkungan mereka sendiri (universitas/kampus). Secara dominan, hanya segelintir pemuda yang terlibat aktif di dalam organisasi-organisasi kepemudaan. Sisanya adalah kalangan terdidik yang apatis terhadap realitas sosial.
Kendati demikian, bukan berarti krisis tidak melanda pemuda terdidik minor tersebut. Organisasi-organisasi kepemudaan mengalami disorientasi gerakan dan miskin imajinasi perubahan; gamang merespons dan tidak mampu mengawal reformasi 1998. Karena itu, krisis yang menimpa pemuda sudah merasuk ke seluruh lini sosial yang melumpuhkan peran strategis pemuda untuk membangun kemajuan bangsa Indonesia.
Wacana menghimpun kembali kekuatan pemuda yang tidak hanya berserak perlu dilakukan. Peran sosial pemuda harus dikembalikan. Jika tidak, martabat, moral, dan keberlangsungan bangsa Indonesia akan dipertaruhkan pada masa yang akan datang.
Tantangan pada masa depan bagi bangsa Indonesia jauh lebih besar daripada satu abad yang lalu. Kondisi ekonomi yang terus mengimpit di Indonesia, pada masa yang akan datang akan menjadi ledakan besar yang dapat mengancam keutuhan negara Indonesia jika tidak diantisipasi dengan menelurkan pemuda-pemuda yang berkualitas sebagai pemimpin masa depan.
Krisis ekonomi global saat ini mungkin akan menjadi titik balik formasi ekonomi baru di dunia pada masa yang akan datang, sebagaimana krisis global pada 1930-an yang menimpa belahan Eropa. Lantas, jika kaum muda Indonesia masih dihiasi oleh perilaku yang tidak lagi produktif dan apatis akan kondisi bangsanya, Indonesia tidak hanya akan dipandang sebelah mata, tetapi juga akan digilas oleh kekuatan-kekuatan bangsa di luar dirinya.

Tidak ada komentar:

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...

Entri Populer

Pengikut